Pages

Medan Lobster

Medan Lobster

Monday, August 1, 2011

Oksigen Terlarut / Dissolved Oxygen (DO) dalam Budidaya Udang dan Lobster Air Tawar

Dalam budidaya intensif, Oksigen Terlarut / Dissolved Oxygen atau biasa di singkat dengan  DO merupakan factor pembatas pertama, yang selanjutnya diikuti oleh ammonia-nitrogen sebagai factor pembatas kedua. Oleh karena itu, petambak intensif sudah selayaknya memonitor rutin konsentrasi DO dan mengetahui factor-factor yang mempengaruhi level DO didalam kolam budidaya. Udang dan lobster air tawar biasanya lebih sensitive terhadap level DO yang rendah dan dasar kolam yang kotor dibandingkan ikan. Mempertahankan level oksigen selalu tinggi (> 4 ppm) sangat kritikal di kolam intensif dengan kepadatan yang tinggi.

Oksigen diperlukan udang dan lobster air tawar untuk respirasi dan proses fisiologis yang mengoksidasi karbohidrat dan melepaskan energy untuk membongkar nutrient dari pakan. Oleh karena itu jika suplai oksigen kurang, maka kemampuan udang dan lobster air tawar untuk membongkar pakan juga terbatas sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan konversi pakan. Konsentrasi DO yang rendah merupakan penyebab utama dari stress, penurunan nafsu makan, pertumbuhan lambat, rentan penyakit dan akhirnya terjadi mortalitas dalam budidaya.

234 Menurut Boyd di artikel diatas, yang harus menjadi perhatian kita adalah level DO minimum harian. Level DO bisa saja tinggi selama 24 jam, namun species budidaya tampaknya lebih dipengaruhi terutama level DO rendah pada malam hari hingga menjelang subuh. Boyd dalam penelitian tsb menunjukkan bahwa SR, produksi dan FCR lebih baik di kolam lele dan udang yang konsentrasi DO harian minimumnya lebih tinggi, tak pernah menurun hingga dibawah 3,5 mg/l. Overfeeding karena mortalitas yang tinggi yang tak diketahui bisa menyebabkan DO drop dan FCR yang lebih tinggi. Oleh karena itu sangat penting untuk menyesuaikan feeding rate dengan nafsu makan dan mortalitas.

235 Boyd mengilustrasikan ‘nasib’ pakan yang diaplikasikan ke system budidaya. Jika terjadi overfeeding, maka sebagian besar dari pakan merupakan pakan yang tak termakan. Bagian ini, disamping feces akan didekomposisi oleh bakteri yang mengkonsumsi banyak oksigen dan menghasilkan ammonia. Sementara pakan yang termakan oleh udang digunakan untuk respirasi, diekskresikan sebagai ammonia & metabolit lain dan juga dikonversi ke biomass udang dan lobster air tawar . DO di air yang digunakan untuk respirasi, dekomposisi microbial terhadap sisa pakan dan feces, oksidasi ammonia oleh bakteri nitrifikasi mencerminkan feed oxygen demand. Feed oxygen demand bervariasi sesuai dengan FCE (feed conversion efficiency), namun 1.25 kg O2/kg pakan dipandang sebagai ukuran yang umum digunakan. Peningkatan FCE dari 0.417 menjadi 0.625 menurunkan FCR dari 2.4 menjadi 1.6 dan menurunkan Feed oxygen demand sebesar 1.18 kg O2/kg udang (37.8% penurunannya). Dengan penurunan tsb akan memperbaiki kualitas air dan menurunkan oxygen demand dari limbah yang terbuang. Penurunan 0.8 kg pakan untuk memproduksi 1 kg udang pada penurunan FCR 2.4 menjadi 1.6 merupakan suatu keuntungan yang sangat ekonomis. Oleh karena prioritasnya adalah penggunaan pakan berkualitas tinggi, feeding program dan feeding rate yang tepat untuk meningkatkan efisiensi pakan dan manajemen kualitas air yang baik sehingga bisa menurunkan FCR.

Kelarutan oksigen dalam air adalah suatu fungsi suhu, salinitas dan ketinggian air laut. Suhu, salinitas dan ketinggian dari laut meningkat, maka kelarutan oksigen menurun.
Ketika perairan dengan saturasi DO 100%, laju difusi oksigen dari air ke udara seimbang dengan laju difusi oksigen dari udara ke air.

Dua factor biologis yang mempengaruhi oksigen terlarut di air budidaya adalah respirasi dan fotosintesa yang merupakan dua peristiwa yang berlawanan terkait oksigen terlarut. Laju konsumsi oksigen karena respirasi bergantung dari suhu air, total biomass hewan, tumbuhan air dan bakteri aerobic dalam system. Akumulasi limbah dalam system akan meningkatkan biomass bakteri heterotrof yang menuntut oksigen yang besar. Oleh karena itu perlu mendapat perhatian yang serius untuk menghindari deplesi oksigen dalam system.

Siang hari laju produksi oksigen karena proses fotosintesa biasanya melebihi laju konsumsi oksigen akibat respirasi fitoplankton. Namun dimalam hari ketika tak ada aktifitas fotosintesa, oksigen terlarut akan menurun karena proses respirasi semua organism hidup yang hidup dalam system tsb. Dalam system dengan bloom plankton yang tinggi, konsentrasi oksigen sangat berfluktuasi, dan sering terjadi deplesi oksigen di malam hingga menjelang subuh, terutama setelah cuaca panas dan mendung. Jika plankton mati, bakteri yang menguraikan sel alga yang mati akan menyebabkan konsumsi oksigen yang tinggi. Masalah ini merupakan masalah yang serius dalam budidaya. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan alga yang berlebihan dalam system budidaya.

Sebagian besar masalah DO dapat dihindari dengan aerasi yang cukup. Kebutuhan aerasi sebaiknya dihitung berdasarkan perkiraan biomass udang maksimumnya (yang juga berkaitan dengan jumlah input pakan ke dalam system), dan perlu diingat bahwa oksigen tidak hanya dikonsumsi oleh udang, namun justru proporsi yang lebih banyak karena aktifitas bakteri autotrof dan heterotrof dan alga yang hidup di system budidaya. Dalam kasus-kasus tertentu dimana laju beban di system budidaya berlebih (> 5 kg/m3) biasanya sangat sulit untuk mempertahankan konsentrasi DO diatas 5 mg/l hanya dengan menggunakan aerator, maka injeksi oksigen murni bisa dipertimbangkan.

0 comments:

Post a Comment